Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mohammad Yamin Tokoh Bangsa Yang Merumuskan Sumpah Pemuda

Tokoh bangsa yang juga telah diangkat sebagai satria nasional, Mohammad Yamin(Istimewa/DOKUMENTASI HARIAN KOMPAS)
Peran cowok begitu vital dalam proses menuju Indonesia merdeka. Pemuda memegang tugas penting dalam masa usaha melawan penjajahan, baik melalui perlawanan fisik juga perlawanan diplomatik.

Kebangkitan cowok berawal semenjak mereka mulai berorganisasi pada kurun kebangkitan nasional pada 1908. Masa ini ditandai dengan berdirinya organisasi cowok menyerupai Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang didirikan pelajar Indonesia di Belanda.

Sejumlah organisasi lain bermunculan, salah satunya yaitu Tri Koro Dharmo yang berdiri pada 1915, yang kemudian berganti nama menjadi Jong Java. Namun, organisasi cowok ketika itu masih bersifat kedaerahan dan mementingkan kepentingan suku bangsa masing-masing. Namun, usang kelamaan muncul kesadaran para kelompok cowok untuk menyatukan usaha untuk kepentingan bangsa.

Buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013) menjelaskan, perubahan radikal yang dilakukan organisasi cowok mendorong mereka untuk bersatu dan berkumpul dalam satu wadah. Namun, tokoh cowok itu kemudian malah dikenal sebagai sosok yang merumuskan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 1928. Tokoh itu yaitu Ketua Jong Sumatranen Bond, Mohammad Yamin.

Dari kiri : mr. Sujono Hadinoto, LN Palar, mr. M. Yamin dan mr. Joesoef Wibisono.(Dok. Kompas)
Sebagai pemimpin kelompok cowok Sumatera, Mohammad Yamin memang mempunyai darah Sumatera Barat kental. Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 23 Agustus 1903.

Anak dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah ini memang dibesarkan di keluarga terpelajar. Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, ayahnya yang mantri kopi menciptakan Yamin kecil dibekali pendidikan mumpuni.

Menurut Elizabeth E Graves dalam buku Asal-Usul Elite Minangkabau Modern, para mantri kopi masuk ke dalam golongan akil dengan kemampuan baca tulis dan berhitung yang baik. Kelompok lainnya ialah jaksa dan pangreh praja.

Setelah mendapat pendidikan dasar di kampung halaman, Yamin melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Algemene Middelbare School (AMS) di Surakarta. Selanjutnya, Yamin menuju ke Jakarta dan masuk Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hooge School) di Jakarta.

Setelah aktif dan memimpin Jong Sumatranen Bond, Yamin mulai aktif mengemukakan gagasan wacana persatuan Indonesia. Sebagai seorang sastrawan dan penyair, salah satu cara yang diyakini Yamin sanggup menjadi "alat" persatuan yaitu bahasa.

Gagasan ini pun diucapkan lantang dalam Kongres Pemuda I. Melalui pidatonya, "Kemungkinan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan di Masa Mendatang", Yamin "menyodorkan" bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

"Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa bahasa Melayu lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan dan bahasa persatuan yang ditentukan untuk orang Indonesia. Dan kebudayaan Indonesia masa depan akan mendapat pengungkapannya dalam bahasa itu," demikian pidato Yamin, dikutip dari buku Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru (2003).

Pidato itu mendapat respons baik dari para cowok yang hadir dalam kongres. Mereka tertarik terhadap pemaparan Mohammad Yamin, terutama mengenai persatuan.

Banyak yang meyakini bahwa pemakaian bahasa Melayu yang memang sudah banyak dipakai sebagai bahasa pengantar selain bahasa Belanda dan bahasa Arab, akan dipakai sebagai bahasa pengantar di Indonesia.

Jong Sumatranen Bond sendiri pernah mendiskusikan bahasa persatuan ini semenjak 1923. Kelak, penggunaan "bahasa Indonesia" ini diperlukan mendesak penggunaan bahasa Belanda.

Kongres Pemuda I memang belum berhasil menyatukan kelompok cowok dalam satu organisasi. Namun, konsep mengenai persatuan Indonesia semakin benderang.

Menuju Sumpah Pemuda


28 Oktober 1928 di halaman depan Gedung IC, Jl. Kramat 106, Jakarta. Tampak duduk dari kiri ke kanan antara lain (Prof.) Mr. Sunario, (Dr.) Sumarsono, (Dr.) Sapuan Saatrosatomo, (Dr.) Zakar, Antapermana, (Prof. Drs.) Moh. Sigit, (Dr.) Muljotarun, Mardani, Suprodjo, (Dr.) Siwy, (Dr.) Sudjito, (Dr.) Maluhollo. Berdiri dari kiri ke kanan antara lain (Prof. Mr.) Muh. Yamin, (Dr.) Suwondo (Tasikmalaya), (Prof. Dr.) Abu Hanafiah, Amilius, (Dr.) Mursito, (Mr.) Tamzil, (Dr.) Suparto, (Dr.) Malzar, (Dr.) M. Agus, (Mr.) Zainal Abidin, Sugito, (Dr.) H. Moh. Mahjudin, (Dr.) Santoso, Adang Kadarusman, (Dr.) Sulaiman, Siregar, (Prof. Dr.) Sudiono Pusponegoro, (Dr.) Suhardi Hardjolukito, (Dr.) Pangaribuan Siregar dan lain-lain.(Dok. Kompas)
Kongres Pemuda I belum bisa menghasilkan akad yang berarti. Akan tetapi, pidato Mohammad Yamin mengakibatkan gejolak semangat yang baru. Sebelum melaksanakan pertemuan akbar kedua, para cowok kembali berupaya menyatukan sejumlah organisasi untuk fusi dalam satu wadah.

Perhimpunan Indonesia dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPKI) menyepakati hal itu. Kemudian, banyak organisasi cowok yang menentukan untuk fusi dalam satu wadah.

Namun, Mohammad Yamin menolak dilakukannya fusi organisasi pemuda. Yamin lebih menentukan dibentuknya federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada. Sebab, perkumpulan masing-masing tempat lebih bisa bergerak bebas tanpa adanya sebuah hukum yang melekat.

Hingga dilakukannya Kongres Pemuda II dibuka pada 27 Oktober 1928 di Jakarta, Yamin yang menjabat sebagai Sekretaris Kongres belum menyetujui dibentuknya fusi. Meski begitu, Yamin tetap mempunyai semangat akan persatuan Indonesia. Dia tetap berharap semangat persatuan tetap ada namun tak menghilangkan kekhasan tiap daerah.

Yamin juga tak ingin Kongres Pemuda II berakhir tanpa hasil. Setidaknya, harus ada kemauan dan akad bersama yang dibacakan penerima kongres.

Saat kongres tengah berlangsung, Yamin mulai menuliskan gagasan "Sumpah Pemuda" tersebut dalam suatu kertas. Kertas itu kemudian ia sodorkan kepada Soegondo Djojopoespito, yang ketika itu menjabat Ketua Kongres.

"Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya punya rumusan resolusi yang elegan)," kata Yamin kepada Soegondo, dikutip dari buku Mengenang Mahaputra Prof. Mr. H. Muhammad Yamin Pahlawan Nasional RI (2003).

Rumusan itu sekarang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda, yang berbunyi:

Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu pada 1959, tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Sumpah Pemuda dimaknai sebagai momentum bersatunya para pemuda, yang kemudian bergerak bersama dan berjuang menuju Indonesia merdeka.

Setelah Kongres Pemuda II, Yamin sendiri mulai melunak akan gagasan fusi organisasi cowok daerah. Akhirnya, pada 1930 semua organisasi cowok bisa bersatu dalam satu wadah, yaitu Indonesia Muda.

Tujuan Indonesia Muda yaitu membangun dan mempertahankan keinsyafan anak bangsa yang bertanah air satu biar tercapai Indonesia Raya. Untuk itu, Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan semua anak bangsa.

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2018/10/28/10190261/mohammad-yamin-tokoh-bangsa-yang-merumuskan-sumpah-pemuda

Video Sumpah Pemuda 28 Oktober 1959