Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bulughul Maram : Thaharah 1 : Air


Tujuannya hanyalah sekedar share dan juga demi mempermudah para pembutuh rujukan aturan Islam serta demi pesatnya kemajuan dan perkembangan Islam, terima kasih dan mohon maaf disampaikan kepada penyusun Bulughul Maram CHM versi 4.


Hadits ke 1 :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِي الْبَحْرِ: «هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ». أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ، وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ، وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ

Diterima dari Abu Hurairah -semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Aialihi wa Sallam wacana laut, "Dia (laut itu) suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Imam yang Empat dan Ibnu Abi Syaibah. Lafadh hadits berdasarkan riwayat Ibnu Syaibah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan at-Tirmidzi. Diriwayatkan pula oleh Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad)




Biografi Perawi Hadits

Abu Hurairah nama aslinya yakni Abdurrahman ibn Shakhr al-Yamani al-Dausi, Beliau masuk Islam pada tahun bencana perang Khaibar tahun ke-7 Hijriah dan termasuk sobat yang paling banyak meriwayatkan hadis dengan meriwayatkan sebanyak 5,374 hadis. Beliau meninggal dunia pada tahun 59 Hijriah dengan usia 78 tahun di Madinah dan dimakamkan di pemakaman Baqi'.

Takhrij Hadits

Diriwayatkan oleh Imam yang empat, yaitu Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmidziy, Imam an-Nasa'iy, dan Imam Ibnu Majah dengan rincian sebagai berikut : Sunan Abi Dawud kitab at-thaharah cuilan al-wudlu bi ma`il-bahr no. 83; Sunan at-Tirmidzi abwab at-thaharah cuilan ma`ul-bahri annahu thahur no. 69; Sunan an-Nasa`iy kitab atthaharah cuilan ma`il-bahr no. 59; Sunan Ibn Majah kitab at-thaharah cuilan al-wudlu bi ma`il-bahr no. 386-388.

Selain oleh imam yang empat, hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah cuilan man rakhkhasha fil-wudlu` bi ma`il-bahr no. 158; Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah kitab al-wudlu cuilan ar-rukhshah filghusli wal-wudlu min ma`il-bahr no. 111-112; Imam Malik dalam "al-Muwaththa" (1/22) dan Imam asy-Syafi'iy dalam al-Umm (I/16) serta Imam Ahmad dalam Musnadnya (2/232, 361). Semuanya dari jalur Malik dari Shafwan ibn Salim dari Said ibn Salamah dari keluarga al-Azraq bahwa al-Mughirah ibn Abi Burdah seorang dari Bani Abdu ad-Darr mengabarkan bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata demikian sebagaimana hadits diatas.

Hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh banyak andal hadits dengan lafazh yang berbeda-beda namun mempunyai maksud yang sama. Sedangkan lafazh hadits diatas berdasarkan lafazh dari Ibnu Abi Syaibah.

Imam at-Tirmidziy menyebutkan bahwa derajat hadits ini yakni Hasan Shahih sehabis dia menanyakannya kepada Imam Bukhari yang kemudian dijawab dengan menyebutkan hadits ini Shahih. Ucapan ini sebagaimana tercantum dalam Mukhtashar as-Sunan karangan al-Hafizh al-Mundziri. Adapun pernyataan Ibn ‘Abdil-Barr yang menilai hadits ini tidak shahih, berdasarkan al-Hafizh, disebabkan kurang cermat dalam meneliti hadits.

Semua perawi hadits ini tsiqah dan termasuk kepada para perawi shahih al-Bukhari dan Muslim, kecuali al-Mughirah bin Abi Burdah. Beliau ini dihukumi tsiqah oleh imam an-Nasaa’i dan dimasukkan oleh ibnu Hibban dalam kitab ats-Tsiqaat. 

Sababul Wurud

Sebagaimana dalam al-Muwaththa Imam Malik, Abu Hurairah berkata, "Seorang pria dari Bani Mudlaz yang berjulukan Abdullah tiba kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, sebenarnya kami biasa berlayar di maritim dan kami membawa air hanya sedikit, kalau kami menggunakannya untuk wudlu maka kami akan kehausan, bolehkah kami berwudlu dengan air laut? Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab sebagaimana hadits tersebut diatas.

Catatan :

  • Berkenaan dengan nama orang yang bertanya, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama ibarat dalam riwayat ad-Daraquthni disebutkan bahwa orang yang bertanya wacana air maritim ini namanya ‘Abdullah al-Mudliji sementara dalam riwayat at-Thabrani namanya ‘Abd Abu Zum’ah al-Balawi. 

Penjelasan Mufradat

Thahuurun asal katanya Thaharah artinya suci, higienis atau bebas dari kotoran. Thahur maknanya yakni alat untuk menyucikan, dengan demikian secara zatnya berarti suci dan sanggup menyucikan.

Maitatuhu (bangkainya/Bangkai air laut), maksudnya yakni binatang maritim yang mati didalamnya. Yakni, binatang yang hidup di laut, bukan berarti semua binatang yang mati didalam maritim secara mutlak.

Penjelasan Singkat


  1. Penanya dalam hadits ini bukan berarti tidak mengetahui aturan air, melainkan adanya keraguan atau kebimbangan terhadap air maritim yang berbeda dengan air biasa. Ia bimbang, kalau-kalau air maritim tersebut tidak termasuk yang dimaksudkan oleh Allah dalam Qs. Al-Maidah ayat 6. Maksudnya, dengan air yang sudah jelas.
  2. Jawaban Rasulullah dengan menambahkan aturan bangkainya yakni untuk menjawab kemungkinan keraguan yang akan timbul berkenaan dengan binatang yang ada didalamnya. Hal ini menjadi dasar bolehnya menunjukkan fatwa/jawaban diluar dari yang ditanyakan dengan maksud untuk memperjelas suatu hukum.
  3. Bolehnya berwudlu dengan air yang telah bercampur dengan sesuatu sehingga berubah rasanya, atau baunya atau warnanya selama tidak kemasukan najis, dan selama penamaannya tetap air, bukan yang telah menjelma air teh atau kopi, dan lain-lain


Hadist ke 2

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ». أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ

dan diterima dari Abu Said Al-Khudry -semoga Allah meridlainya- ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya air itu mensucikan, tidak sanggup menajiskannya sesuatupun." (HR. Imam yang Tiga dan dishahihkan oleh Ahmad)



Hadits ke 3

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ - صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ، إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ، وَلَوْنِهِ». أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ

Dan diterima hadits ini dari Abu Umamah al-Bahily -Semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya air itu tidak ada yang sanggup menajiskannya sesuatu pun kecuali oleh sesuatu yang sanggup merubah baunya, rasanya atau warnanya." (HR. Ibnu Majah. Dan dianggap lemah hadits ini oleh Abu Hatim)



Hadits ke 4

وَلِلْبَيْهَقِيِّ: الْمَاءُ طَاهِرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ، أَوْ طَعْمُهُ، أَوْ لَوْنُهُ؛ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ

Dan bagi riwayat al-Baihaqi, "Air itu  mensucikan kecuali kalau berubah baunya, rasanya, atau warnanya dengan najis yang terkena padanya."






Hadits ke 5

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا كَانَ الْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ». وَفِي لَفْظٍ: «لَمْ يَنْجُسْ». أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ. وَابْنُ حِبَّانَ وَالحَاكِمُ 

Dan diterima dari Abdullah Ibnu Umar -Semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Jika keadaan air itu dua kullah, maka ia tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz hadits: "Tidak najis". (HR. Imam yang Empat dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim)





Hadits ke 6

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «لَا يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ». أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dan diterima dari Abu Hurairah -Semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Janganlah mandi seseorang dari kalian dalam air yang tergenang tidak mengalir sedangkan dia sedang junub." (HR. Muslim)






Hadits ke 7

وَ لِلْبُخَارِيِّ : لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي  ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ

Dan bagi al-Bukhari: "Janganlah kencing seseorang dari kalian kedalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi di dalamnya."






Hadits ke 8

وَلِمُسْلِمٍ : مِنْهُ، وَلِأَبِيْ دَاوُدَ: وَلاَ يَغْتَسِلُ فِيْهِ مِنَ الْجَنَابَةِ

Dan bagi Muslim: (...kemudian dia mandi) darinya, dan bagi Abu Dawud: "Dan janganlah dia mandi janabat padanya pada air tersebut"





Hadits ke 9

وَعَنْ رَجُلٍ صَحِبَ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ، أَوْ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ، وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا. أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ. وَالنَّسَائِيُّ، وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ

Dan diterima dari seorang pria yang dekat dengan Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam dia berkata: "Telah melarang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk mandi seorang wanita dari sisa air pria atau pria dari sisa air perempuan, namun hendaklah keduanya menyiduk mengambil air bersama-sama." (HR. Abu Dawud dan an-Nasa'i, dan isnadnya shahih).





Hadits ke 10

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dan diterima dari Ibnu Abbas -Semoga Allah meridlainya- Bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam pernah mandi dari air sisa Maimunah Radliyallahu 'Anha. (HR. Muslim)





Hadits ke 11

وَلِأَصْحَابِ السُّنَنِ : اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَجَاءَ يَغْتَسِلُ مِنْهَا فَقَالَتْ : إنِّي كُنْت جُنُبًا فَقَالَ : إنَّ الْمَاءَ لَا يَجْنُبُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ

Dan berdasarkan para pengarang kitab Sunan: mandi sebagian istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam satu daerah air, kemudian Nabi tiba hendak mandi dengan air itu, maka berkatalah istrinya: Sesungguhnya saya sedang junub. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu tidak menjadi junub." (Dan dishahihkan hadits ini oleh at-Tirmidziy dan Ibnu Khuzaimah)




Hadits ke 12

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَفِي لَفْظٍ لَهُ فَلْيُرِقْهُ وَلِلتِّرْمِذِيِّ  أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُولَاهُنَّ

Dari Abu Hurairah -Semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Sucinya daerah air seseorang dari kalian kalau dijilat anjing ialah dengan dicuci sebanyak tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah." (HR. Muslim). dan dalam lafazh baginya (riwayat) lain: "Hendaklah ia membuang air itu." Dan bagi riwayat at-Tirmidzi: "Yang terakhir atau yang pertama dicampur dengan debu tanah".






Hadits ke 13

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ - فِي الْهِرَّةِ - : إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَة

dan diterima dari Abu Qatadah -Semoga Allah meridlainya- Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda perihal kucing -bahwa kucing itu tidaklah najis, ia yakni termasuk binatang berkeliaran di sekitarmu. (HR. Imam yang Empat dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah).





Hadits ke 14

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ؛ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

diterima dari Anas Ibnu Malik -Semoga Allah meridlainya- berkata: "Seseorang Badui tiba kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, kemudian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air kemudian disiramkan di atas bekas kencing itu."  (HR. Muttafaqun 'Alaih).






Hadits ke15

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ  فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ وَأَمَّا الدَّمَانِ  فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَفِيهِ ضَعْفٌ

dan diterima dari Ibnu Umar -Semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu yakni belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah yakni hati dan jantung." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dan di dalam sanadnya ada kelemahan).






Hadits ke 16

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَفِي الْآخَرِ شِفَاءً أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد . وَزَادَ وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ الَّذِي فِيهِ الدَّاءُ

dan diterima dari Abu Hurairah -Semoga Allah meridlainya- ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Apabila jatuh seekor lalat ke dalam minuman seseorang dari kalian, maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah, alasannya salah satu sayapnya mempunyai penyakit dan pada sayap lainnya ada obat penawar." (HR. al-Bukhari dan Abu Dawud). dan terdapat tambahan: "Dan hendaknya ia waspada dengan sayap yang ada penyakitnya."






Hadits ke 17

وَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ - وَهِيَ حَيَّةٌ - فَهُوَ مَيِّتٌ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ وَاللَّفْظُ لَهُ

dan diterima dari Abu Waqid Al-Laitsi -Semoga Allah meridlainya- bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dipotong dari binatang yang masih hidup yakni termasuk bangkai." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan dia menyatakannya shahih. Lafadz hadits ini berdasarkan at-Tirmidzi).